Memutus Hubungan Kekerabatan (Tali Silaturahim)

Dosa Besar Ke 9

Sobat Beriman...

  Tidak ada perbedaan pendapat dikalangan para 'Ulama bahwa silaturahim hukumnya wajib, dan memutuskannya merupakan dosa besar. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mewajibkan kita untuk menyambung tali silaturahim, berikut beberapa dalil yang menegaskan wajibnya menyambung hubungan kekerabatan atau silaturahim. Allah Azza wa Jalla berfirman :

وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

"Bertakwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu."(QS. An-Nisa [4]: 1)


وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلَا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا وَبِذِي الْقُرْبَى وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَالْجَارِ ذِي الْقُرْبَى وَالْجَارِ الْجُنُبِ وَالصَّاحِبِ بِالْجَنْبِ وَابْنِ السَّبِيلِ وَمَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ مَنْ كَانَ مُخْتَالًا فَخُورًا

“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang tuamu ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sohibmu, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri” (QS. An-Nisa [4]: 1)

Juga firman-Nya :

وَآتِ ذَا الْقُرْبَىٰ حَقَّهُ وَالْمِسْكِينَ وَابْنَ السَّبِيلِ وَلَا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا

"Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros." (QS. Al-Isra [17]: 26)

 Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam pun menganjurkan kita untuk menyambung tali silaturahim sekaligus menyebutkan keutamaannya. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

من أحب أن يبسط له في رزقه، وينسأ له في أثره فليصل رحمه

“Barangsiapa yang ingin diluaskan rezekinya dan dipanjangkan umurnya, maka sambunglah tali silaturahim.” [HR. Bukhari – Muslim].

 Dan menyambung hubungan kekerabatan atau silaturahmi juga merupakan salah satu sebab masuknya seseorang ke dalam surga. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

أيها الناس، أفشوا السلام، وأطعموا الطعام، وصلوا الأرحام، وصلُّوا بالليل والناس نيام, تدخلوا الجنة بسلام

“Wahai manusia, tebarkanlah salam, berikanlah makan, sambunglah silaturahim, shalatlah pada malam hari ketika orang-orang sedang tidur, kalian akan masuk surga dengan selamat” [HR. Ibnu Majah, At Tirmidzi, dishahihkan Al Albani dalam Shahih Ibni Majah].






Makna Silaturahim

Silaturahim (صلة الرحم) terdiri dari dua kata: shilah (صلة) dan ar rahim (الرحم). Shilah artinya menyambung. Dalam Mu’jam Lughatil Fuqaha disebutkan:

وهو مصدر وصل الشيء بالشيء: ضمّه إليه وجمعه معه

“shilah adalah isim mashdar. washala asy syai’u bisy syai’i artinya: menggabungkan ini dengan itu dan mengumpulkannya bersama” [Dinukil dari Shilatul Arham, 5].

Sedangkan ar rahim yang dimaksud di sini adalah rahim wanita, yang merupakan konotasi untuk menyebutkan karib-kerabat. Ar Raghib Al Asfahani mengatakan:

الرحم رحم المرأة أي بيت منبت ولدها ووعاؤه ومنه استعير الرحم للقرابة لكونهم خارجين من رحم واحدة

“ar rahim yang dimaksud adalah rahim wanita, yaitu tempat dimana janin berkembang dan terlindungi (dalam perut wanita). Dan istilah ar rahim digunakan untuk menyebutkan karib-kerabat, karena mereka berasal dari satu rahim” [Dinukil dari Ruhul Ma’ani, 9/142].

Dengan demikian yang dimaksud dengan silaturahim adalah menyambung hubungan dengan para karib-kerabat. An Nawawi rahimahullah menjelaskan:

وَأَمَّا صِلَةُ الرَّحِمِ فَهِيَ الْإِحْسَانُ إِلَى الْأَقَارِبِ عَلَى حَسَبِ حَالِ الْوَاصِلِ وَالْمَوْصُولِ فَتَارَةً تَكُونُ بِالْمَالِ وَتَارَةً بِالْخِدْمَةِ وَتَارَةً بِالزِّيَارَةِ وَالسَّلَامِ وَغَيْرِ ذَلِكَ

“adapun silaturahim, ia adalah berbuat baik kepada karib-kerabat sesuai dengan keadaan orang yang hendak menghubungkan dan keadaan orang yang hendak dihubungkan. Terkadang berupa kebaikan dalam hal harta, terkadang dengan memberi bantuan tenaga, terkadang dengan mengunjunginya, dengan memberi salam, dan cara lainnya” [Syarh Shahih Muslim, 2/201].

Ibnu Atsir menjelaskan:

تكرر في الحديث ذكر صلة الرحم: وهي كناية عن الإحسان إلى الأقربين من ذوي النسب، والأصهار، والتعطف عليهم، والرفق بهم، والرعاية لأحوالهم، وكذلك إن بَعُدُوا أو أساءوا, وقطعُ الرحم ضِدُّ ذلك كله

“Banyak hadits yang menyebutkan tentang silaturahim. Silaturahim adalah istilah untuk perbuatan baik kepada karib-kerabat yang memiliki hubungan nasab, atau kerabat karena hubungan pernikahan, serta berlemah-lembut, kasih sayang kepada mereka, memperhatikan keadaan mereka. Demikian juga andai mereka menjauhkan diri atau suka mengganggu. Dan memutus silaturahim adalah kebalikan dari hal itu semua (yakni berbuat baik dan menjalin hubungan dengan baik sesuai syariat)” [An Nihayah fi Gharibil Hadits, 5/191-192, dinukil dari Shilatul Arham, 5].

 Dengan demikian, perbuatan baik dan menyambung hubungan terhadap orang yang tidak memiliki hubungan kekerabatan dan nasab tidaklah termasuk silaturahim, dan tidak termasuk dalam ayat-ayat dan hadits-hadits mengenai perintah serta keutamaan silaturahim.


Banyak Yang Salah Kaprah  Dalam Memaknai Silaturahim

 Sebagian orang masih banyak yang salah paham dalam memaknai silaturahim, dengan menganggap semua perbuatan menyambung hubungan dengan orang lain sebagai silaturahim. Jelas ini tidak tepat secara bahasa ataupun secara istilah syar’i. Dari kesalahan-pahaman ini muncul berbagai macam kesalahan bahkan menimbulkan kemaksiatan, dan ini  sangat perlu untuk kita koreksi. Diantaranya:

1. Menggunakan dalil-dalil tentang silaturahim pada perbuatan yang notabenenya bukan silaturahim.

  Misalnya menggunakan dalil-dalil tentang silaturahim untuk mengajak orang mendatangi acara reuni sekolah, acara kumpul-kumpul rekan kerja, dan semisalnya. Lalu meyakini bahwa acara-acara ini memiliki keutamaan memanjangkan usia, meluaskan rezeki, menjadi sebab masuk surga, yang merupakan keutamaan-keutamaan silaturahim. Tentu ini tidak tepat.

2. Menggunakan dalih silaturahim untuk perbuatan yang dilarang agama.

  Misalnya menggunakan dalih silaturahmi untuk mengajak orang mendatangi acara karokean, merayakan ulang tahun seseorang, acara kumpul-kumpul bersama teman yang campur-baur antara lelaki dan wanita, bahkan seorang lelaki atau wanita yang bukan mahram saling bertemu berdua-duaan dengan dalih silaturahim, padahal hal itu mengarah pada perzinaan. Sehingga perbuatan-perbuatan yang dilarang agama tersebut disamarkan dengan nama silaturahim/silaturahmi yang merupakan kebaikan.

3. Menggunakan dalih silaturahim sehingga enggan meninggalkan keburukan.

  Misalnya enggan meninggalkan teman-teman yang buruk akhlak dan buruk ucapan yang sering mengajak kepada maksiat dan hal-hal tidak bermanfaat dengan dalil tidak mau memutus tali silaturahim. Enggan berhenti berpacaran dengan dalil bahwa “putus” dengan pacar itu berarti memutus tali silaturahim. Enggan menolak ajakan teman untuk nongkrong tanpa manfaat dan berfoya-foya karena dalih takut memutus tali silaturahim.

 Semua itu merupakan kesalah-pahaman dalam memaknai dan mempraktekkan silaturahim. Mereka mengira sedang bersilaturahim padahal bukan. Sehingga tidak berlaku perintah dan keutamaan-keutamaan silaturahim di dalamnya, yang ada malah kemaksiatan dan dosa apabila tidak segera berhenti melakukannya.

Selain itu, tidak dibenarkan mencampur-adukkan dan menyamarkan hal-hal yang batil (haram,buruk) dengan dalih bahwa itu adalah perbuatan baik. Allah Ta’ala berfirman:

وَلَا تَلْبِسُوا الْحَقَّ بِالْبَاطِلِ

“dan janganlah kalian mencampur-adukkan kebenaran dengan kebatilan…”(QS. Al-Baqoroh [2]: 42)

Silaturahim dalam bahasa Indonesia
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, silaturahim atau silaturahmi dimaknai:

silaturahmi/si·la·tu·rah·mi/ n tali persahabatan (persaudaraan)

  Maka dari sini kita ketahui terdapat perbedaan makna antara silaturahim dalam bahasa Arab atau dalam istilah syariat dengan silaturahmi dalam bahasa Indonesia. Dalam bahasa Indonesia, silaturahim (Arab/syariat)/silaturahmi (kata serapan Indonesia) dimaknai lebih luas kepada semua orang, tidak hanya kepada orang yang memiliki hubungan kekebaratan saja. Tentu saja tidak terlarang menggunakan kata silaturahim dalam konteks makna silaturahmi didalam bahasa Indonesia, yaitu bermakna: persahabatan dan persaudaraan. Namun hendaknya tidak mengaitkannya dengan perintah dan keutamaan silaturahim dalam istilah syariat. Karena keduanya adalah hal yang berbeda. Dan tetaplah berpedoman dengan ketentuan Allah serta ketentuan RasulNya agar tak terjerumus dalam kemaksiatan dan lumpur dosa.

Nah Sobat Beriman...
  Menyambung silaturahim adalah salah satu amalan yang mulia dan kewajiban dalam agama. Banyak ayat Al Qur’an dan Hadits yang mengharuskan kita untuk menyambung tali silaturahim serta menjelaskan berbagai keutamaannya seperti yang sudah dijelaskan tadi. 

BAHAYA MEMUTUS HUBUNGAN KEKERABATAN/SILATURAHIM

 Setelah kita tadi belajar bersama tentang apa itu silaturahim dan keutamaan menyambung silaturahim, selanjutnya kita akan sama-sama belajar mengenai bahaya memutus hubungan silaturahim. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengancam orang yang memutuskan hubungan kerabat atau silaturahim. Beliau bersabda :

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَاطِعٌ

"Tidak akan masuk sorga orang yang memutuskan (silaturahim)." [HR. al-Bukhari dan Muslim, dari Jubair bin Muth’im]


Bahaya lainnya yang ditimbulkan dari memutuskan shilaturrahim adalah Allah Azza wa Jalla akan memutuskan kebaikan dan keberkahan hidup kepada pelakunya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الرَّحِمَ شِجْنَةٌ مِنَ الرَّحْمَنِ ، فَقَالَ اللَّهُ مَنْ وَصَلَكِ وَصَلْتُهُ ، وَمَنْ قَطَعَكِ قَطَعْتُهُ

"Sesungguhnya (kata) rahmi diambil dari (nama Allâh) ar-Rahman. Allâh berkata, “Barangsiapa menyambungmu (rahmi/kerabat), Aku (Allah) akan menyambungnya, dan barangsiapa memutuskanmu, Aku (Allah) akan memutuskannya (kebaikan dan keberkahan)”. [HR. al-Bukhari dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu]

  Karena ada ancaman tidak masuk surga bagi pelakunya, maka dosa memutus kekerabatan atau memutus tali silaturahim termasuk golongan kaba’ir (dosa-dosa besar). Selain itu memutus tali silaturahim akan banyak menimbulkan kerusakan dalam kehidupan. Karena memutus kekerabatan akan melepaskan ikatan di antara para kerabat, menimbulkan permusuhan dan kebencian, dan akan merusak hubungan kekeluargaan. Bahkan memutus kekerabatan termasuk sebab yang akan mendatangkan laknat, menjadikan ketulian dan kebutaan hati. Allah Azza wa Jalla berfirman:

فَهَلْ عَسَيْتُمْ إِنْ تَوَلَّيْتُمْ أَنْ تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ وَتُقَطِّعُوا أَرْحَامَكُمْ ﴿٢٢﴾ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَعَنَهُمُ اللَّهُ فَأَصَمَّهُمْ وَأَعْمَىٰ أَبْصَارَهُمْ

"Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa, maka kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan akan dijadikanNya tuli telinga mereka dan dibutakan-Nya penglihatan mereka." (QS. Muhammad [47]: 22-23)

 Mengingat bahayanya dosa memutuskan kekerabatan ini, maka hukumannya akan disegerakan di dunia sebelum di akhirat. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِى الدُّنْيَا مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِى الآخِرَةِ مِنَ الْبَغْىِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ

"Tidak ada satu dosa yang lebih pantas untuk disegerakan hukuman bagi pelakunya di dunia bersamaan dengan hukuman yang Allah siapkan baginya di akhirat daripada baghyu (kezhaliman dan berbuat buruk kepada orang lain) dan memutuskan hubungan kerabat (silaturahim)." [HR. al-Bukhari dalam Adabul Mufrad, no. 29; Tirmidzi, no. 2511; Abu Dawud, no. 4902; al-Hakim, no. 3359, 7289; dll. Dishahihkan oleh Tirmidzi, al-Hakim, adz-Dzahabi dan al-Albani]







Setelah kita semua telah mengetahui berbagai akibat buruk dari memutuskan tali kekerabatan, maka sepantasnya untuk kita segera memperbaiki diri dengan menyambung kekerabatan dengan sebaik-baiknya. Dan semoga Allah Azza wa Jalla senantiasa memberi kita semua hidayah agar kita terhindar dari kesalah pahaman tentang silaturahim itu sendiri.

Wallahu a’lam.

Komentar

Posting Komentar